Sesuatu dari dunia bis kota

Pagi hari tanggal 2 Juli, saya kembali menikmati perjalanan bis kota Jakarta. Kembali pula saya seperti masuk ke suatu dunia baru. Kompleksnya keadaan yang terjadi di dalam sebuah bis kota telah menghadirkan suatu dunia sendiri. Interaksi yang terjadi di dalamnya, sungguh menarik untuk diperhatikan.


Dunia bis kota, dunia yang dipenuhi bermacam manusia dari berbagai alamat dengan kepentingan yang beragam pula. Dari mulai pekerja, pelajar, keluarga, turis, pemudik, bahkan penjahat. Dan, yang wajib ada di bis kota 'biasa' Jakarta, sudah tentu pedagang asongan dan pengamen.

Pengamen, menurut saya, adalah yang paling menarik. Mereka selalu bisa memainkan emosi saya. Kalau lagu yang mereka bawakan enak, maka saya bisa sedikit rileks menghadapi kemacetan (yang juga wajib ada di Jakarta =)), plus panas dan pengapnya udara dalam bis kota.


Kadang, saya kesal terhadap pengamen yang menyanyikan lagu asal saja. Padahal itu kan yang mereka berikan kepada penumpang bis kota. Itulah pekerjaan mereka. Dari situlah mereka mengharapkan 'upah' sebagai penumpang.


Tapi toh, saya jadi terpikir sesuatu. Apakah saya juga sudah memberikan yang terbaik terhadap apa yang saya lakukan? Saya pelajar; apakah saya sudah belajar dengan baik? Atau hanya asal saja, sebagai 'formalitas' untuk mendapat 'upah' nilai, seperti pengamen itu?


Memikirkan hal tersebut membuat saya menjadi malu sendiri. Kadang kita mengkritik perbuatan orang lain; mengharapkan orang itu melakukan yang terbaik. Namun, apakah kita sendiri sudah berbuat yang terbaik?

Nah, ternyata dari dunia bis kota inipun saya juga bisa memetik suatu pelajaran, ya?


(Mayasari Bakti AC 34, Blok M - Tangerang. 2 Juli 2006)


About this entry