Rumah Manis Rumah

Judul di atas maksudnya terjemahan dari Home sweet home. Yup, saya lagi di rumah tercinta saat ini. Dan entah kenapa, saya jadi ingin menulis tentang rumah.
Rumahku, istanaku. Nggak ada yang senyaman rumah. Meskipun kadang saya mengeluh 'kok rumah saya sempit yah', 'duh, genteng bocor nih', atau 'kok panas banget yah' (seperti yang saya lakukan sekarang =)), those things were not really matter at all. Hanya di dalam rumah sendirilah saya merasa aman dan terlindungi. Dengan keluarga yang selalu ada, rumah menjadi tempat terbaik di dunia.
Rumah yang saya tinggali saat ini, sudah 13 tahun lebih berdiri (sejak tahun 1993). Sudah beberapa kali berganti bentuk, namun masih menempati lahan yang sama. Saya masih ingat bagaimana dulu rumah ini dibangun, dikembangkan dari rumah standar tipe 21 yang disediakan developer. Papa saya selalu mengajak saya untuk melihat perkembangan pembangunan rumah ini. Waktu itu, saya masih tinggal di tempat saudara, yang jaraknya sekitar 40 menit perjalanan mobil. Pada suatu waktu, saat rumah hampir selesai, kami (Papa dan saya) menginapinya. Cuma beralas tikar dan tanpa bantal (karena memang belum ada perabotan rumah), tapi terasa begitu menyenangkan.
Setahun yang lalu, Papa saya hampir memutuskan untuk mengambil rumah baru yang lebih dekat ke jalan tol, tapi akhirnya tidak jadi. Yah, rumah ini sudah begitu dicintai. Dan terlebih lagi, lingkungan di sini sudah sangat bersahabat. Betapa tidak, dua hari ini orang tua saya pergi, tidak ada Mama yang memasak, tapi selalu ada 'kiriman' lauk dari tetangga. Duh, terharu... T-T
Nah, itulah sedikit tentang rumah.
Posted by Syahdana at 10:00 AM | 2 comments read on

Kesempurnaan

Tidak ada gading yang tak retak.
Itu pepatah yang sejak lama sudah saya ketahui. Pada awalnya, makna yang terbentuk di benak saya -dari berbagai penggunaannya- adalah, tidak ada manusia yang sempurna. Makna itu terus berkembang dan mengalami penyesuaian, hingga berhenti pada satu titik :

tidak ada yang sempurna di dunia.

Benarkah tidak ada yang sempurna di dunia ini?
Alam berbicara banyak mengenai hal ini. Dan saya, sebagai manusia, telah lebih dua puluh tahun dalam perjalanan pengamatan, pendengaran, dan penghayatan kehidupan. Alam telah begitu luar biasa bagi saya : keunikan makhluk, keseimbangan semesta, bahkan penghidupan sendiri adalah sesuatu yang sangat, sangat sempurna. Entah apakah keluarbiasaan yang telah membuatnya menjadi seolah sempurna. Tapi bagaimanapun, sulit untuk tidak menyebut '24 jam dalam satu hari', yang tidak pernah berubah sejak penciptaan sampai detik ini, adalah kesempurnaan. Bayangkan presisi struktur DNA, keselarasan orbit benda langit, timing peredaran darah ke seluruh tubuh. Saya tidak dapat menemukan padanan kata yang lebih pas dari semua itu selain 'SEMPURNA!'
Jadi, jika alam dapat begitu sempurna, apakah manusia dapat setidaknya mendekati sempurna? Bahkan Muhammad s.a.w. sebagai manusia terbaik sepanjang sejarah (versi saya), tidak luput dari kesalahan. Juga, faktanya, sebagai manusia biasa, beliau pun harus wafat.
Mungkinkah manusia dapat sempurna?
Benak saya pesimis. Namun, naifkah jika saya mengejar kesempurnaan? Karena, kebanyakan orang menginginkannya. Karena, saya dan kebanyakan orang selalu kecewa. Kecewa dengan kegagalan dan ketidaksempurnaan.
Posted by Syahdana at 8:09 PM | 0 comments read on

Jatuh cinta,

berjuta rasanya...
Tapi itu cuma perasaan aja kok. Cepat datang, biasanya juga cepat pergi. Cuma sedikit kejutan-kejutan aja. Petir-petir waktu hari sangat mendung. Jangan kelamaan jatuh cinta, nanti bisa gila! -> otakusut.blogspot.com
Posted by Syahdana at 7:11 PM | 2 comments read on

No title

Hari berlalu. Dan saya jatuh hati. Lagi.
Biasanya, sebuah cerita akan memulai dengan 'saya jatuh hati, pada seorang gadis'. Tapi saat ini, saya jatuh hati, pada dua, mungkin tiga orang wanita sekaligus. Tamak? Itulah manusia. Mengutip kata Darren Hayes, insatiable.
Ketiganya menarik. Ketiganya menimbulkan tanya di hati. Sebuah tanda tanya besar. Bolehkah saya menduga sesuatu? Mengapa ketiganya begitu misterius, padahal sekaligus begitu tegas dan jelas keberadaannya terhadap saya?
Tuhan, apakah mereka hanya selintas saja, memberi warna di hari-hari yang begitu membosankan?
Yah...
Semoga mereka terus menjadi warna. Menjadi pelangi yang saya kagumi. Meskipun tak bisa teraih...

Padahal, sesungguhnya, saya terus mencoba meraihnya
Posted by Syahdana at 3:35 PM | 3 comments read on

Malaysia di Stamford Bridge

Tadi, waktu menyaksikan siaran langsung EPL Chelsea v.s. West Ham United, saya agak terkejut melihat beberapa papan iklan di pinggir lapangan Stamford Bridge (Stadionnya Chelsea). Di situ terdapat tulisan 'Malaysia, Truly Asia'. Sesaat, kembali saya terkagum-kagum kepada negara tetangga itu.
Kagum, karena dari tulisan tersebut, saya mendapat kesan mengenai keseriusan Malaysia memromosikan dirinya sebagai negara tujuan pariwisata. Kagum, karena jika dibandingkan, potensi pariwisata Indonesia jauh lebih besar dibandingkan Malaysia, bahkan bisa saya bilang : 'Punya apa sih Malaysia?'.
Berapa panjang garis pantai Malaysia? Berapa banyak gunung di sana? Ada berapa Kuta di Malaysia? Punya yang lebih hebat dari Senggigi? Bunaken? Punya candi nggak? Walah, apalagi Borobudur...
Tapi, dengan percaya diri yang tinggi, Malaysia menunjukkan pada berjuta pasang mata penikmat sepakbola di seluruh dunia, 'Visit Malaysia, The Truly Asia!'.
Duh, padahal Indonesia juga punya lho, 'Yogyakarta, Never Ending Asia', 'Bandung, Paris Van Java', 'Bali, the island of god/godesses', dll...
So, masalah kemampuan, atau kemauan?
Posted by Syahdana at 9:18 PM | 1 comments read on

Kabut

Di luar cuma kabut. Yang belum pernah hilang sejak malam kelam itu.
Dan sejak itu pula, sampai kini, Alina tak kunjung pulang.
Aku hanya terus menatap keluar melalui jendela yang telah rapuh termakan rayap. Cuma putih. Cuma kabut. Siang dan malam hanya soal terang dan gelap. Selebihnya, putih.
Alina... Ke mana gerangan ia? Mungkin ia telah menemukan apa yang dicarinya di luar sana. Mungkin. Tapi, apa yang sebenarnya terjadi di luar sana? Aku tak tahu sama sekali.
Sungguh malang, kabut ini telah mengasingkanku di tanah kelahiranku sendiri. Di rumahku! Hhh.. Entah apa yang harus kulakukan.
Tak ada...
Semua telah pergi...
Satu per satu, Alina.. Maneka.., dan Sukab.. Sukab yang bodoh. Sudah kubilang padanya untuk tetap di dalam rumah. Tapi ia.. ia malah keluar mencari Maneka yang mencari Alina. Dan tentu saja, seperti Alina, dan Maneka, aku tahu ia tak akan pernah kembali.
Kabut itu bagaikan lubang hitam, menghisap mereka tanpa sisa.
Sekarang tinggal aku sendiri di sini. Menatap kabut di luar yang masih dan selalu putih. Sungguh, tak ada yang dapat kulakukan. Aku hanya bisa duduk dan menunggu. Entah sampai kapan.
Posted by Syahdana at 7:49 PM | 0 comments read on

Minggu Pagi, Hari Tidak Hujan



Senandung Pagi Hari
Buka tirai dunia dengan cahaya jingga
Mentari yang cerah nan hangat
Mencairkan kebekuan diri yang kusut
Kusut oleh harapan dan semua ujian

Aku berdiri di atas bumi
Menjejakkan telapak kaki yang telanjang
Menengadah melihat langit biru berawan lembut
Rasakan kemurnian alam mendesir di dada
Batin yang selalu terusik bisik

Tersenyumlah dewi
Damaikan aku


-Ditulis di kamar
-Foto diambil dari depan kamar
Posted by Syahdana at 10:30 PM | 0 comments read on

Teman(?)

Beberapa saat yang lalu ada message yang di-forward ke saya via friendster (kelihatannya sudah terjadi rantai forward sebelum sampai ke saya -> lihat tanda ">"-nya). Isinya seperti ini :

> > > > > > > ...Teman selamanya...
> > > > > > > Walo qt punya pacar,
> > > > > > > teman tetep paling setia.
> > > > > > > Walo kita punya harta banyak,
> > > > > > > teman tetep paling berharga.
> > > > > > >
> > > > > > > Kirim balik jika kamu anggap aku
> > > > > > > temanmu selamanya...
> > > > > > > Kirim ke semua temanmu.
> > > > > > > Dan lihat brapa banyak
> > > > > > > teman
> > > > > > > yang
> > > > > > > sayang
> > > > > > > kamu...

Ada selintas pikiran yang mengganggu saya. Terutama pada kalimat
> > > > > > > Kirim balik jika kamu anggap aku
> > > > > > > temanmu selamanya...

Pertanyaan pertama yang nyangkut di otak saya adalah, apa iya arti seorang teman hanya sebatas ini? Cuma senilai sebuah message? Duh... Heran, betapa sempitnya pandangan terhadap teman. Terus terang saya merasa sedikit sakit hati.

Coba baca yang ini juga
> > > > > > > Dan lihat brapa banyak
> > > > > > > teman
> > > > > > > yang
> > > > > > > sayang
> > > > > > > kamu...

Apakah jika saya tidak membalas message tersebut, berarti saya tidak menyayangi teman saya? Apakah bila anda menerima message seperti ini dan tidak membalasnya, anda rela dibilang tidak menyayangi teman anda? Hmm, yang paling kasihan mungkin sang teman yang mengirim message itu. Tidak dibalas, berarti dia tidak disayangi, oleh anda, oleh saya...
Duh... Konyol...
Posted by Syahdana at 9:30 PM | 1 comments read on

My Photo
Name:
Location: Bandung, West Java, Indonesia

Just an ordinary man living in an extraordinary world. Have a complicated mind and sometimes think too deep, but trying to be simple. Wish could share things by writing.