Hatiku,

Hatiku,

Mengapa hidupku ini sepi, hatiku?

Apakah semua orang pernah merasakan seperti ini?

Sendirian di kamar, memikirkan berbagai hal nggak penting, melamunkan mimpi yang nggak akan pernah jadi kenyataan, menghayal tentang cinta.

Lalu mungkin aku akan mencoba menuliskan semuanya --yang pada akhirnya tak akan pernah bisa tuntas. Sampai tiba-tiba aku sadar kalau aku butuh seseorang untuk menemaniku bicara, berdiskusi seru, mendengarkan keluhku, menghibur rasa jenuhku, menyemangatiku untuk terus tegakkan kepala sepanjang hari.


Namun tidak ada siapapun di sini.


Nomor-nomor yang ada di buku teleponku, semua hanya nomor darurat. Dihubungi jika memang benar-benar diperlukan. Dan ya, saat ini aku memang perlu teman! Tapi, coba pikir, dapatkah kuhubungi nomor-nomor itu lalu saat mereka bertanya penuh perhatian 'kenapa, Wen?', lantas dengan enteng kukatakan 'halo, maukah kamu menemaniku?' Yang ada, mereka malah akan mengulang pertanyaan yang sama dengan rasa setengah malas, 'eeeā€¦ serius, Wen, ada apa nih?'. Huh, padahal memang aku serius! Mungkin hanya nomor wanita panggilan yang akan menjawab 'ya' atau 'oke'. Sayangnya, aku tidak pernah menyimpan nomor seperti itu.


Ah, entah kenapa ya, semua orang sepertinya selalu sibuk dengan ini-itu. Orang-orang di nomor darurat itu, seolah mereka akan mati besok pagi dan oleh karena itu semua urusan harus diselesaikan hari ini. Apa tidak ada ya, yang menjelang akhir kematiannya hanya ingin duduk-duduk santai saja, mengobrol ngalor-ngidul, mengenang masa lalu...

Mungkin hanya sepasang kekasih yang ingin tetap berdua, berpelukan di ujung hidupnya.

Tapi masalahnya, hatiku, aku tidak punya kekasih sekarang. Aku pernah punya satu, namun dengan bodohnya kutinggalkan dia. Lalu aku punya lagi, dan kutinggalkan lagi. Dan kini aku sedang mencari lagi. Tapi Tuhan tampaknya kapok memberiku satu lagi. Karena sudah dua pemberian dariNya aku sia-siakan begitu saja. Padahal, sungguh aku menginginkan mereka bukan untuk sementara waktu, tapi untuk jadi temanku mengarungi hidup. Hanya saja, kadang keadaan menjadi demikian sulit untuk diatasi.


Hatiku, seseorang yang kuharapkan sekarang, tampaknya belum mau memberikan waktu dan perhatiannya kepadaku. Dia sepertinya sama saja dengan orang-orang itu, yang masih memikirkan dirinya, masih beranggapan besok pagi semua akan berakhir.

Mungkin dia tidak seperti aku, yang kesepian dan butuh teman. Mungkin dia menikmati kesendiriannya, dan mungkin dia punya banyak nomor yang bukan sekedar nomor darurat. Duh, andai aku bisa menjadi seperti dia.


About this entry