Biar bintang tak datang

Dinda, sedang apa kamu malam ini?

Apakah kamu sedang melihat langit, seperti yang aku lakukan saat ini?


Jika iya, Dinda, lihatlah bulan di atas sana. Cemerlang di antara awan-awan tipis yang berlalu-lalang. Mungkin kamu tidak suka bulan ya, Dinda? Kamu selalu suka bintang-bintang yang kemilau. Yang selalu membuatmu tersenyum. Makanya kamu masih tetap sedih sekarang. Karena bintang memang belum datang-datang.


Dinda, cobalah dengarkan aku sebentar. Kamu boleh tak percaya, Dinda. Tapi aku rasa aku melihat wajahmu, yang terpantul di permukaan bulan. Ya, itu kamu dengan bibirmu yang lucu, yang selalu terlihat seolah mencibir. Dan kamu pernah bilang orang selalu berkata kamu bertampang jutek. Memang iya, itu kamu! Tapi apa salahnya dengan itu. Aku suka wajah jutekmu. Malahan itu terlihat lebih indah kini, di situ, terpantul oleh sinar bulan.


Bagiku, kamu seperti seorang putri yang bersedih. Namun tetap indah berkilau dihias cahaya perak bulan yang temaram.


Tersenyumlah Dinda, sang putri bulan. Berjuta-juta orang di bumi ini sedang meratapi kesedihanmu. Termasuk aku. Dan tiap malam mereka -- dan juga aku, selalu setia menunggu. Menunggu kamu tersenyum untuk sekedar menghibur hati yang kesepian.


Dinda, ayo tersenyumlah…

Biarpun bintang malam ini tak datang,

Tersenyumlah…

Demi aku dan berjuta-juta orang di bumi


(Kamar. Malam. 11 Juli 2006)


About this entry